Bismillahir-Rahmaanir-Rahim ... Sore itu aku baru pulang dari bekerja.
Badan dan pikiran yang lelah karena persoalan menumpuk di tempat kerja,
membuat kondisi emosiku agak labil. Sampai di rumah aku berharap tak
mendapati hal yang membuat emosiku makin naik. Memiliki tiga anak yang
sangat aktif sering kali membuat emosiku naik turun.
Keinginanku untuk
mendapat ketenangan sejenak di rumah tak terkabul. Sore itu sesampai di
rumah, ketiga anakku belum mandi dan rumah berantakan. Meski memiliki
khadimat, tapi khadimatku masih terlalu muda, sehingga banyak pekerjaan
yang tak tertangani dengan baik olehnya.
Sulungku yang berusia 6
tahun asyik dengan game. Putri keduaku dan si bungsu asyik bermain,
berlari ke sana kemari. Emosiku mulai kembali naik.
”Ummi, Haris dari tadi disuruh mandi nggak mau...” lapor khadimatku.
Haris masih asyik bermain game.
“Haris, mandi…” kataku berusaha lembut.
”Nggak mau ah!”
”Haris, mandi sama Mbak sekarang...” suaraku mulai keras.
Haris tak bergeming.
Rasa lelah, pikiran yang masih penuh, ditambah khadimat yang tak becus
dan si Sulung yang tak mau menuruti perintahku, makin menambah emosi di
dada.
”Haris, mandi sekarang juga!” kali ini aku benar-benar tak bisa mengontrol ucapanku. Kurasa suaraku begitu keras.
Haris tampak kaget. Tapi hanya sejenak. Kemudian dari mulut mungilnya kudengar kata... ”Entar, Bego...”
Hooh, rasanya emosiku sudah tak di dada lagi, tapi sudah naik hingga
ubun-ubun. Dari mana dia mendapat perkataan itu? Bagaimana mungkin
Haris-ku bisa berkata seperti itu pada ibunya...?
Kupegang
kedua bahunya, masih dengan amarah di dada. ”Bicara apa kamu? Dari mana
dapat omongan itu? Dengar ya, UMMI NGGAK IKHLAS kamu bicara seperti itu.
Ummi nggak ikhlas! Sekarang juga kamu minta maaf!”
Rasanya lisanku sudah tak terkontrol. Kulihat Haris tampak diam dan takut.
”Ayo, minta maaf sama Ummi!”
”Ma-af, Mi...” dengan terbata Haris berucap.
”Ya sudah, Ummi maafkan. Sekarang kamu mandi sama Mbak!” kataku. Ucapan
”Ummi maafkan” sepertinya hanya sekadar saja keluar dari mulutku.
Amarah dan kecewa anakku mengucapkan kalimat ”Entar, Bego...” masih
menggumpal di dadaku.
***
Keesokan harinya, amarahku
sudah terkikis. Sore hari aku mengecek pelajaran Haris. aku ingat esok
hari Haris ada tugas mengulang mengulang hafalan.
”Ah, surat-surat yang mesti diulang hampir semua sudah Haris hafal. Insya Allah, Haris bisa,” kataku yakin.
Setelah itu aku membantu Haris untuk mengulang hafalan.
”Ayo, baca bismillah dulu, Ris...”
”Bis...” suara Haris terputus.
”Lho kok, bis... bis-millah...”
”Bis...” lagi-lagi suara Haris terputus.
”Haris... jangan bercanda. Ayat Al Quran jangan dipermainkan. Ayo ulang lagi, bismillah...”
”Bis...”
”Haris!” emosiku mulai naik.
”Tapi, Mi... Haris nggak bisa...”
”Masak bismillah saja tidak bisa, bis-mi-Allah...”
Haris mencoba mengulang, tapi lagi-lagi terhenti di kata ”bis”. Aku benar-benar tak habis pikir.
”Haris! Ummi serius ini. Kamu jangan bercanda, mempermainkan ayat Al Quran! Coba, A-L-L-A-H...”
”A.... A... Ummi haris nggak bisa...”
”A-L-L-A-H.... ulang lagi... A-L-L-A-H… BISMILLAH…”
“A…. A…”
Aku mulai panik. Kuamati wajah Haris. Dia tak terlihat bercanda atau mempermainkanku.
“Istighfar dulu, Ris, As-tag-fi-ru-llah…”
”Astagfiru...” lagi-lagi suara Haris terputus.
Aku semakin panik. Ada apa dengan anakku? Padahal dia sudah hafal
setengah juz 30. bagaimana mungkin menyebut ”bismillah”,
”astagfirullah,” bahkan ”Allah” saja tak bisa...?
Aku berusaha menenangkan diri. ”Yuk, bareng Ummi... kita istighfar...”
”Astagfirullah...”
Namun lagi-lagi, Haris tak dapat menyelesaikan kalimat tersebut.
Aku benar-benar tak habis pikir. Beberapa kali kuminta Haris mengulang kata Allah, Allah, Allah... tak juga bisa.
Tiba-tiba runtunan kejadian kemarin berkelebat di otakku.
”Astagfirullah....” kuucap berulang kali.... Kalimat ”ummi tidak ikhlas”
terngiang-ngiang. Inikah yang menyebabkan Haris tak dapat menyebut kata
Allah? Tapi bagaimana mungkin? Haris masih kecil, baru 6 tahun...
Namun, tak ada yang tak mungkin bagi Allah untuk menunjukkan kuasa-Nya. Langsung kupeluk Haris, air mata berbulir jatuh.
”Maafkan Ummi, ya, Ris... maafkan, Ummi. Ummi juga memaafkan semua
kekhilafan Haris. Ummi maafkan kesalahan Haris...” Kupeluk Haris makin
erat. Haris tampak tak mengerti. Air mataku menderas. ”Maafkan Ummi...
dan Ummi maafkan Haris...”
Setelah beberapa saat menenangkan
diri, aku minta Haris untuk sama-sama membaca istighfar kembali. Dan...
subhanallah... tanpa kesulitan Haris mengucap dengan lancar. Dan
kemudian kalimat bismillah, dan kemudian surat-surat Al Quran yang
hendak ia ulang, semua lancar dibaca.
Subhanallah, Allahu
Akbar... betapa kecil kurasa diriku saat itu. Teringat aku kisah Al
Qomah pada masa Rasulullah, yang mulutnya terkunci tak dapat mengucap
”Laailahailallah” saat sakaratul maut, karena sang Ibu tak ikhlas
padanya.
Aku bersimpuh.... Ampuni aku, ya Allah....
Wallahu a'lam bishshawab, ..
... Semoga tulisan ini dapat membuka pintu hati kita yang telah lama terkunci ...
.... Subhanallah wabihamdihi Subhanakallahumma Wabihamdika Asyhadu Allailaaha Illa Anta Astaghfiruka Wa atuubu Ilaik ....
" Strowberry Fruit "
Semoga sebagai ibu kita diberi kekuatan untuk selalu berpikiran, berperasaan dan bersikap sabar terhadap anak dan bisa menjaga lisan dari ucapan yang tidak baik aamiin...
ReplyDeletesemoga Allah selalu menjaga ibu dan melindungi lisan dari hal-hal yang tidak baik,, aamiin
ReplyDelete