Rasulullah
Sholallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Sungguh kasihan, sunguh kasihan, sungguh
kasihan”. Salah seorang Sahabat bertanya, “Siapa yang kasihan, wahai
Rasulullah?” Beliau menjawab, “Orang yang sempat berjumpa dengan orang tuanya,
kedua-duanya, atau salah seorang diantara keduanya, saat umur mereka sudah
menua, namun tidak bisa membuatnya masuk Surga”. (HR. Muslim)
Hadist Rasulullah
SAW diatas menekankan kepada kita tentang pentingnya berbakti kepada orang tua.
Disaat durhaka dan melawan kepada orang tua seakan sudah menjadi kewajaran,
penting sekali bagi kita untuk kembali memuhasabah diri kita. Apakah kita sudah
memuliakan orang tua kita atau kita termasuk orang yang disebutkan Rasulullah
dalam Hadist diatas?
Disalah satu
pengadilan Arab Saudi beberapa waktu yang lalu. Terjadi drama mengharukan yang
mungkin dapat menginspirasi kita semua.
Hizan Al-Fuhaidi
berdiri didepan hakim dengan air mata yang bercucuran hingga membasahi janggutnya, Kenapa? Karena ia kalah terhadap
perseteruannya dengan saudara kandungnya.
Tentang apakah perseteruan dengan saudaranya? Tentang tanahkah? Atau
warisan yang mereka saling perebutkan?
Bukan karena itu
semua, ia kalah dari saudaranya terkait pemeliharaan ibunya yang sudah renta
& bahkan hanya memakai sebuah cincin timah dijarinya yang telah keriput.
Seumur hidupnya,
beliau tinggal dengan Hizan yang selama ini menjaganya. Tatkala beliau telah
manula, datanglah adiknya yang tinggal dikota lain, untuk menjemput ibunya
untuk tinggal bersamanya, dengan alasan fasilitas kesehatan dan lain-lain di
kota jauh lebih lengkap daripada di desa. Namun Hizan menolak dengan alasan,
selama ini ia mampu untuk menjaga ibunya. Perseteruan ini akhirnya berlanjut sampai ke pengadilan.
Sidang demi
sidang tlah dilalui, hingga sang hakim pun meminta agar sang ibu dihadirkan di
majelis.
Kedua bersaudara
ini membopong ibunya yang sudah tua renta, yang beratnya sudah tak sampai 40kg.
Sang Hakim
bertanya kepadanya, siapa yang lebih berhak tinggal bersamanya. Sang Ibu
memahami pertanyaan yang diajukan Sang Hakim, ia pun menjawab, sambil menunjuk
ke Hizan, “Ini mata kananku” kemudian menunjuk ke adiknya sambil berkata, “Ini
mata kiriku”.
Sang Hakim
berpikir sejenak kemudian memutuskan hak kepada adik Hizan, berdasar
kemaslahatan-kemaslahatan bagi si Ibu.
Betapa mulia air
mata yang dikucurkan oleh Hizan, air mata penyesalan karena tidak dapat
memelihara ibunya tatkala beliau telah menginjak usia lanjutnya. Dan, betapa
terhormat dan agungnya sang Ibu yang diperebutkan oleh anak-anaknya hingga
seperti ini.
Semoga kita bida
mengambil pelajaran. Allahua’lam Bishshawab. [Oase]
nicepost , , ,
ReplyDeletesalam kenall . . .